24 April 2016 23:38:34
Diperbarui: 25 April 2016 18:15:14 Dibaca : 135 Komentar : 1 Nilai : 1
Para warga, terutama
ibu rumah tangga, membuat produk roti berisi selai pala di Gampong/Kampung Lhok
Rukam, Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, pertengahan Maret lalu.
(KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH)
"Tengkiu ya Sis, transferannya...."
"Ok Bro, sudah saya kirim, silahkan cek resinya...." Percakapan di
atas sudah tidak asing lagi bagi kita. Dengan terbukanya akses internet yang
merata, hampir semua produk yang bisa dikirim melalui jasa pengiriman dan
kargo, bisa dijual. Beberapa produk yang biasanya hanya ada di pasar
tradisional dan menjadi jajanan marjinal, menjadi naik kelas dan setara dengan
jajanan yang hanya ada di kota besar. Kini, cireng setara dengan pizza, keripik
pisang setara dengan kentang goreng ala restoran fast food, sampai telor asin
pun [semoga] setara dengan burger.... Dalam banyak situasi, penyetaraan
kapasitas daerah [baca: desa] sedang dalam perkembangan yang signifikan.
Semuanya itu terjadi berkat adanya teknologi informasi berupa jaringan
internet. Jangkauan internet inilah yang menurut saya menjadi faktor penentu
setara antara desa dengan kota. Banyak di antara pemuka agama dan
tokoh masyarakat desa yang takut akan dampak buruk dari masuknya jaringan
internet ke desa, kekhawatiran yang diungkapkan akan terbukanya akses
pornografi di kalangan masyarakat dan habisnya waktu untuk bermain
game online di komputer. Internet hanya alat, dia akan bermanfaat di
tangan yang tepat dan akan merusak jika digunakan tidak semestinya. Banyak
kemanfaatan yang didapat dengan adanya akses internet yang masif sampai ke
desa. Bisa jadi desa sebagai vendor penyedia jasa terhadap kebutuhan
pasar. Bisa jadi pasar produk desa yang biasanya terbatas secara
geografi, bisa menembus batas imajiner khas produsen pedesaan. Bisa jadi
layanan berbasis internet menjadikan efisiensi birokrasi menjadi lebih tinggi.
undangan rapat dan FGD (Focus Group Discussion) menjadi lebih efektif melalui
sarana group media sosial ataupun layanan pesan/suara berbasis jaringan. Banyak
hal lain yang menjadi berkembang. Bisa jadi desa sebagai marketplace yang
mengisi ceruk pasar yang belum terpenuhi oleh marketplace bermodal besar,
dan bisa menjadi sumber dan akses ekonomi yang sangat besar. Dengan banyaknya
manfaat dari akses jaringan internet ke desa dan dibuat semurah mungkin, bisa
jadi kreativitas pemuda akan lebih terasah. Manfaatkan Dana Desa untuk membuat
jaringan internet menjadi masif, stabil kualitas jaringannya, dan murah bagi
masyarakatnya. Caranya bagaimana? Bisa sharing wifi atau apa pun, itu
hanya sekedar masalah teknis yang dapat dipecahkan dengan teknologi yang ada
sekarang. Yang masih menjadi PR adalah mindset masyarakat [dan pemerintah
daerah - mengacu bahwa masyarakat desa masih belum terbuka tentang internet dan
untuk kemudahan administrasi laporan pertanggungjawaban dana desa] bahwa
pembangunan itu harus berbentuk fisik. "membangun jembatan, pengaspalan
jalan, saluran irigasi, dan pembanguna berbentuk fisik lainnya. Semoga ada
terobosan gagasan yang berani di tingkat desa untuk membangun sesuatu yang
kasat mata tetapi bermanfaat besar bari kemajuan daerah [desa] yakni
jaringan internet masif, massal, dan murah... salam dari desa......
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/edyripyanto/dana-desa-untuk-akses-internet-dan-kemajuan-desa_571cf68a64afbd0b0ccd860c