Kamis, 19 Mei 2016

Sekarang Urus Sertifikat Hanya Butuh Rp 50.000 Saja

17 Mei 2016 10:40:27 Diperbarui: 18 Mei 2016 00:45:10 Dibaca : 10,862 Komentar : 45 Nilai : 32 Ilustrasi: pontianak.tribunnews.com


Luar biasa! Rasanya kalimat ini memang pantas saya sampaikan kepada pemerintah Jokowi  atas respon cepat di bidang pertanahan. 
 Bukan hanya sekedar  basa basi atau hanya sekedar program yang hanya manis di mulut saja, tetapi ini nyata, Jokowi telah memberikan kemudahan dalam mengurus sertifikat tanah. Beberapa waktu yang lalu, melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memberlakukan skema pengurusan sertifikat bagi perseorangan atau perusahaan melalui loket-loket BPN.
 Mengurus sertifikat sendiri tanpa diwakilkan atau minta tolong notaris, calo, ternyata proses lebih cepat, mudah dan yang jelas murah sekali. 
Saya telah membuktikannya sendiri Selama ini, kami tinggal di perumahan, yang saat jual beli , rumah/ tanah yang kami tinggali masih bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). 
Jika ada yang ingin menaikkan status tanah/rumah ke Hak Milik (HM)  biasanya harus berurusan dengan notaris . 
Di perumahan kami,  belum banyak yang mengurus HGB ke HM dikarenakan masih berpikir-pikir  karena biaya pengurusan HGB ke HM lumayan tinggi (untuk ukuran saya dan keluarga).
 Ada yang beberapa sudah minta bantaun notaris, dipatok harga bervariasi, umumnya diatas 2 juta bahkan ada yang hampir Rp 3 juta. Itupun sertifikat jadi sekitar 3 bulanan. Pun saya juga mengalami sendiri, waktu mengurus balik nama dari pemilik lama ke nama suami saya, masih dengan status HGB, butuh waktu sekitar 3 bulan dengan biaya yang lumayan besar. 
Pengurusan sertifikat yang lama, berbelit, mahal sudah menjadi rahasia umum. Inilah yang dikeluhakn masyarakat. Hingga tak heran jika ada yang mengeluh sulit untuk mengembangkan usaha lantaran terganjal sertifikat tanah yang menjadi agunan bank harus berbelit untuk mengurus di BPN. 
Maka, saat bulan lalu, ada informasi dari tetangga kalau saat ini mengurus sertifikat/peningkatan status  rumah dari HGB ke HM  hanya butuh waktu satu minggu dan hanya membayar Rp 50.000, maka  kami tidak melewatkan kesempatan tersebut. Singkat cerita, kami segera ke Badan Pertanahan Nasional (BPN di kabupaten Sukoharjo. 
Karena hanya berbekal informasi dari tetangga, kami datang dengan membawa persyaratan yang dinfokan tetangga. 
Tetapi ternyata masih ada pesyaratan yang kurang sehingga kami pulang lagi untuk melengkapi persyaratan tersebut. Untuk itu, agar tidak bolak balik ke BPN, sebelum datang sebaiknya semua persyaratan di lengkapi yaitu, sertifikat tanah/rumah,  fotocopy akta jual beli dari notaris, fotocopy  IMB, fotocopy Kartu Keluarga (KK), fotocopy KTP, fotocopy  bukti pembayaran PBB tahun terakhir, dan  materai 6000 3 lembar. Proses Cepat, Mudah dan Murah Proses pengurusan juga mudah. Saat di kantor, anda diminta untuk mengambil blangko yang harus diisi dan map.  Gratis, tidak ada biaya penganti blangko dan map.  Saat mengisi blangko (sekitar 4 lembar)  inilah yang membutuhkan waktu agak lamasekitar 10-15 menit, karena mengisi  nomor-nomer dari sertifikat, tanggal pembelian, harga dll yang membutuhkan kecermatan.  
Biasanya ada petugas yang akan membantu saat kita mengalami kesulitan  dengan bebaerapaa hal yang harus diisi. Bahkan ada petugas yang tanpa diminta sudah menanyakan sendiri dan ikut mengejakan (dengan membuka berkas-berkas) sehingga kita tinggal menuliskannya.
 Setelah semua  blangko diisi, kemudian blangko beserta semua berkas di kumpulkan dalam map yang dituliskan nama adan no HP pemilik sertifikat. 
Proses berikutnya, mengumpulkan semua berkas di salah satu meja petugas. Pada proses ini, semua kelangkapan berkas akan diperiksa oleh petugas,
 Hanya butuh waktu tidak lebih dari 10 menit, apalgi kalau ssemua berkas lengkap, hanya sekitar 5 menit. Kemudian setelah berkas dinyatakan lengkap, kita diberikan tanda terima dan surat perintah pembayarana administrasi. Proses selanjutnya membayar biaya Rp 50.000 ke loket PT Pos dan Giro yang sudah stanby di halaman depan BPN. Tidak lama, tidak lebih dari 3 menit, kita serahkan kertas  perintah membayar dan membayar Rp 50.000 kemudian sret selembar kertas bukti pembayaran kita terima. 
Selanjutnya kertas  tersebut kita berikan kepada petugas  (bendahara) yang akan mengantikan bukti pembayaran tersebut dengan bukti untuk mengambil sertifikat.
 Petugas berpesan agar kertas tersebut jangan sampai hilang karena akan digunakan untuk mengambil sertifikat .
Petugas sudah mengatakan kalau  sertifikat akan jadi maximal sebulan, sesuai dengan banner yang ada di kantor BPN. Dan memang benar, belum sampai sebulan, sertifikat sudah jadi, meskipun memang tidak infokan dari petugas. 
Saya sendiri sehari sebelum mengambil sertifikat telpon dulu ke kantor BPN  untuk memastikan sertifikat sudah jadi atau belum. 
Begitulah, kini masyarakat biasa seperti saya, tidak usah pusing menabung uang terlebih dahulu untuk mengurus sertifikat tanah.
Cukup datang, urus sendiri, bayar Rp 50.000 dan sertifikat sudah ditangan dengan lebih cepat. Bravo pak Jokowi, panjenengan telah mempermudah urusan  rakyat biasa . 
Semoga tidak ada lagi yang mengeluhkan urusan sertifikat berbelitbelit dan mahal.

** Solo, 17 Mei 2016

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sucihistiraludin/sekarang-urus-sertifikat-hanya-butuh-rp-50-000-saja_573a92abb17e6179106e9249

Selasa, 26 April 2016

Dana Desa untuk Akses Internet dan Kemajuan Desa

24 April 2016 23:38:34 Diperbarui: 25 April 2016 18:15:14 Dibaca : 135 Komentar : 1 Nilai : 1
Para warga, terutama ibu rumah tangga, membuat produk roti berisi selai pala di Gampong/Kampung Lhok Rukam, Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, pertengahan Maret lalu. (KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH) 
 "Tengkiu ya Sis, transferannya...." "Ok Bro, sudah saya kirim, silahkan cek resinya...." Percakapan di atas sudah tidak asing lagi bagi kita. Dengan terbukanya akses internet yang merata, hampir semua produk yang bisa dikirim melalui jasa pengiriman dan kargo, bisa dijual. Beberapa produk yang biasanya hanya ada di pasar tradisional dan menjadi jajanan marjinal, menjadi naik kelas dan setara dengan jajanan yang hanya ada di kota besar. Kini, cireng setara dengan pizza, keripik pisang setara dengan kentang goreng ala restoran fast food, sampai telor asin pun [semoga] setara dengan burger.... Dalam banyak situasi, penyetaraan kapasitas daerah [baca: desa] sedang dalam perkembangan yang signifikan. Semuanya itu terjadi berkat adanya teknologi informasi berupa jaringan internet. Jangkauan internet inilah yang menurut saya menjadi faktor penentu setara antara desa dengan kota.    Banyak di antara pemuka agama dan tokoh masyarakat desa yang takut akan dampak buruk dari masuknya jaringan internet ke desa, kekhawatiran yang diungkapkan akan terbukanya akses pornografi di kalangan masyarakat dan habisnya waktu untuk bermain game online di komputer. Internet hanya alat, dia akan bermanfaat di tangan yang tepat dan akan merusak jika digunakan tidak semestinya. Banyak kemanfaatan yang didapat dengan adanya akses internet yang masif sampai ke desa.  Bisa jadi desa sebagai vendor penyedia jasa terhadap kebutuhan pasar.  Bisa jadi pasar produk desa yang biasanya terbatas secara geografi, bisa menembus batas imajiner khas produsen pedesaan. Bisa jadi layanan berbasis internet menjadikan efisiensi birokrasi menjadi lebih tinggi. undangan rapat dan FGD (Focus Group Discussion) menjadi lebih efektif melalui sarana group media sosial ataupun layanan pesan/suara berbasis jaringan. Banyak hal lain yang menjadi berkembang. Bisa jadi desa sebagai marketplace yang mengisi ceruk pasar yang belum terpenuhi oleh marketplace bermodal besar, dan bisa menjadi sumber dan akses ekonomi yang sangat besar. Dengan banyaknya manfaat dari akses jaringan internet ke desa dan dibuat semurah mungkin, bisa jadi kreativitas pemuda akan lebih terasah. Manfaatkan Dana Desa untuk membuat jaringan internet menjadi masif, stabil kualitas jaringannya, dan murah bagi masyarakatnya. Caranya bagaimana? Bisa sharing wifi atau apa pun, itu hanya sekedar masalah teknis yang dapat dipecahkan dengan teknologi yang ada sekarang. Yang masih menjadi PR adalah mindset masyarakat [dan pemerintah daerah - mengacu bahwa masyarakat desa masih belum terbuka tentang internet dan untuk kemudahan administrasi laporan pertanggungjawaban dana desa] bahwa pembangunan itu harus berbentuk fisik. "membangun jembatan, pengaspalan jalan, saluran irigasi, dan pembanguna berbentuk fisik lainnya. Semoga ada terobosan gagasan yang berani di tingkat desa untuk membangun sesuatu yang kasat mata tetapi bermanfaat besar bari kemajuan daerah [desa]  yakni jaringan internet masif, massal, dan murah... salam dari desa......  

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/edyripyanto/dana-desa-untuk-akses-internet-dan-kemajuan-desa_571cf68a64afbd0b0ccd860c

Jumat, 22 Januari 2016

Otonomi Desa bersenjata DD dan ADD

Seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi yang sudah digulirkan Pemerintah Pusat tentang "Otonomi Desa" yang diimplementasikan dengan kucuran Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) secara Nasional,maka semua desa dipaksa untuk bersaing membangun daerahnya dan suka tidak suka semua komponen perangkat desa wajib melek teknologi,melek administrasi dan melek organisasi.

Melek teknologi ;
semua data desa harus ter up date di http://prodeskel.binapemdes.kemendagri.go.id/ maka setiap desa harus ada jaringan internet dan harus ada yang menjalankan (kalau disini disebut "operator") yang bertugas up date data.

Melek administrasi ;
Perangkat desa dituntut dan wajib paham administrasi mulai dari Kepala Desa sampai KAUR sesuai Tugas Pokok Seksi (tupoksi) masing-masing dan paham tentang RPJM,RAB,RKA,Insfrastruktur dan lain-lain istilah yang ada dalam komponen ADD dan DD.

Melek Organisasi ;
Semua komponen masyarakat desa mulai dari Kepala Desa sampai masyarakatnya harus paham apa itu organisasi dan manfaat berorganisasi,mulai dari Struktur,seksi-seksi dan tupoksi masing-masing.

Dengan ketiga komponen dasar ini maka Program Otonomi Desa yang di canangkan Pemerintah Pusat akan berjalan lancar sesuai rencana.

"Pembangunan dimulai dari Desa artinya nasib desa ditentukan oleh masyarakat desa itu sendiri"
Mau maju yok kita berbenah " Kalau bukan kita siapa lagi yang akan membenahi desa sendiri"

ttd;

seno (opt.)